Kebahagiaan (di) Dalam Kesederhanaan
Pada suatu ketika, kami ngobrol ngalor ngidul dengan beberapa orang dalam serumpunan Rukun Tangga, tentang apa saja sampai kemudian pada bahasan tentang bagaiamana seorang Mr. X bisa bahagia dengan hartanya (tanah yang luas, pertanian dan peternakan) yang telah menghabiskan hampir seluruh waktunya dan tak menyempatkan untuk menikmati hasil budaya modern berupa begitu banyak hasil teknologi. Si pencetus bahasan seolah menghakimi, bahwa hidup denga cara itu membosankan dan jauh dari kebahagiaan, padahal Ia bisa punya kebahagiaandengan harta yang dimiliki. Saya sedikit menimpali bahwa, si Mr. X itu bahagia dengan caranya. Banyak orang yang bahagia dengan melakukan sesuatu yang bagi orang lain biasa-biasa saja atau bahkan melakukan hal aneh, tapi ia begitu menikmati. Saya tidak melanjutkan diskusi ringan itu dan memilih untuk menulis tentang kebahagiaan.
Kebahagiaan atau bahagia itu identik dengan kesenangan atau senang. Seseorang yang senang melakukan kegiatan tertentu, semisal memancing, naik gunung, touring, menyelam, futsal, sepak bola, bulutangkis dll, akan memperoleh kebahagiaan yang kadarnya masing-masing individu berbeda. Mungkin seorang ibu-ibu heran kenapa banyak orang suka menonton sepak bola yang menurutnya begitu-begitu saja, 22 orang lari bolak-balik di satu lapangan memperebutkan bola hanya untuk memasukan bola ke gawang dengan berbagai aturan yang mengikat para pemain. Atau saya yang heran bagaimana banyak ibu-ibu yang begitu gandrung dengan sinetron di tivi yang ceritanya muter-muter dan gampang ditebak, membuatnya gemes dan gela tapi tetap menunggu seri berikutnya. Rasa penasaran, harapan dari pemikiran yang diinginkan pada suatu kegiatan yang terpenuhi akan menimbulkan rasa bahagia yang efeknya menyeluruh ke seluruh tubuh. Ekspresi kebahagiaan akan tampak berbeda antara bahagia yang utuh dengan bahagia yang dibuat-buat.
Pola pikir seseorang mempengaruhi seberapa besar harapan untuk memperoleh kebahagiaan. Seorang yang mengharuskan dirinya untuk menyelesaikan masalah yang rumit, dan terus menerus berusaha untuk mencari solusi, dan mencari beberapa alternatif penyelesaian dari beberapa kemungkinan, jika tak juga ditemukan jalan solusinya, ia akan merasa stress, tidak nyaman dan pada keadaan membuang waktu yang dimungkinkan bisa untuk memperoleh kebahagiaan dari hal lain. Dalam kasus yang sama seseorang bisa saja menghadapi masalah tersebut dengan biasa-biasa saja dan tidak perlu mereka-reka kemungkinan yang akan terjadi dengan ‘sedikit memungut kebahagiaan’ dari men-cuek-inya dan berpikir akan mengambil keputusan nanti setelah terjadi dengan tidak perlu terlalu banyak memikirkan resiko in itu.
Dua orang yang bebeda dalam kasus yang sama, bisa ada dua kemungkinan dalam berkeputusan. Yang satu bisa saja mengatakan; “biar saja”, (sambil di dalam hati mengatakan) nanti saya kerjakan sendiri, dengan hati dongkol dan kesal yang disembunyikan. Dan seorang yang satunya mengatakan “biar saja” dengan memang benar-benar dibiarkan dengan sikap cuek, tanpa beban dan lepas masalah. Sikap orang kedua, dalam memperoleh kebahagiaan lebih besar ketimbang orang kesatu, setidaknya dalam masalah tersebut.
Kita bisa menciptakan suasana dan kondisi yang menjadikan kita senang dan mendapatkan kebahagiaan. Untuk mendapatkan itu, tidak harus berbiaya mahal seperti orang-orang the have yang berbelanja pun jadi hobi untuk sebuah kesenangan. Menghadapi sebuah kejadian dengan tidak terlalu merasa terbebani dan mencari celah ada sesuatu yang bisa dinikmati dari hal-hal yang rumit.
Banyak orang yang rela mengeluarkan biaya banyak demi untuk memperoleh kebahagiaan. Bahagia menjadi sesuatu yang menghibur dan melepaskan kepenatan rutinitas sehari-hari. Kualitas kebahagiaan tergantung pada orang yang menerima dan menempatkan dalam ‘posisi’, cara menerimanya dan selera bahagianya. Seorang petani sawah akan merasa bahagia jika tanaman padinya tumbuh subur dan hasil yang memuaskan. Ia juga akan merasa bahagia jika dalam proses pengolahan tanah tercukupi air dan tidak ada bencana. Seorang sales akan bahagia jika target penjualannya melampau target yang direncanakan. Seorang siswa sekolah akan bahagia jika pelajaran yang diikuti dapat diserap dengan baik dan mendapat nilai bagus dalam ujian. Seorang penonton televisi akan bahagia jika acaranya sesuai dengan seleranya.
Lucu dan tertawa.
Sebuah kejadian lucu, baik lucu yang dibikin (lawak) atau pun yang lucu yang tak disengaja, bisa seketika menimbulkan tertawa. Tertawa bisa menimbulkan kesenangan. Akumulasi kesenangan bermuara pada kebahagiann. Kebahagiaan itu timbul dari berbagai hal yang diantaranya sebuah kelucuan, dan lucu yang menimbulkan tawa belum tentu sebuah kebahgaiaan. Jika kita melihat orang yang berjalan dengan begitu pede dan gagah, tiba-tiba terpeleset pada sebuah kulit pisang dan jatuh, ini menimbulkan kita tertawa. Ini bukan sebuah kebahagiaan. Kita tetap berempati dan kasihan, tapi rasa itu tidak bisa mengalahkan rasa ingin percaya yang tiba-tiba muncul seketika. Sama halnya ketika ada kejadian lucu di acara pemakaman, kita bisa tiba-tiba tertawa tapi itu bukan sebuah kebahagiaan.
Tertawa sering timbul karena pikiran kita menebak pada suatu arah kejadian, karena kejadian itu telah terbiasa, tapi kejadian yang ada lain dari yang kita duga. Dalam sebuah lawakan, pikiran kita digiring pada sebuah arah kejadian yang telah terbiasa terjadi atau dibikin pada suatu kondisi tertentu, kemudian diakhiri dengan kejadian yang tak terduga. Ketakterdugaan itu yang membuat daya kejut pada syaraf tawa. Kita bisa menilai apakah lawakan itu cerdas atau konyol. Lawakan yang konyol, walaupun kadang kita tertawa, tapi pada tingkat apresiasi yang rendah dan tak berharap ada lagi kelucuan yang konyol.
Tertawa pada hakekatnya tidak mesti harus terbahak-bahak atau mengeluarkan suara. Seorang yang puas dengan hasil dari sebuah pekerjaan yang sesuai dengan harapan, Ia akan tertawa dalam hati. Tawa kecil dalam hati akan menjalar pada organ tubuh lain yaitu muka yang cerah dan bibir yang tersenyum.
0 komentar:
Posting Komentar